Memaknai Arti Kemenangan Idul Fitri

Foto : Ilustrasi

Bengkah.comWaktu sungguh cepat berlalu, tak terasa sudah di penghujung akhir ramadhan 1442 H. Tentu kita akan segera berpisah dengan bulan yang penuh bekah yang selalu dirindukan oleh segenap umat Islam di seluruh dunia. Apakah kita akan bisa merengkuh keberkahan Ramadhan di tahun depan?

Setelah sebulan lamanya berpuasa menahan diri di siang hari, sesuai dengan yang di jelaskan dalam kitab Subul al-Salam, yang berbunyi:

"Menahan diri dari makan, minum, jima' (bercampur dengan istri) dan lain-lain yang telah diperintahkan kepada kita untuk menahannya, sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan. Demikian pula diperintahkan menahan diri dari ucapan yang diharamkan atau dimakruhkan, karena ada hadis-hadis yang melarang hal itu, itu semua berdasarkan waktu dan syarat-syarat yang telah ditetapkan."

Umat Islam seluruh dunia akan disambut hari raya Idul Fitri di penghujung Ramadhan yang juga sering disebut dengan hari kemenangan. Dikaji dari makna bahasa Idul Fitri berasal dari dua kata; id [arab: عيد] dan al-fitri [arab: الفطر].

Id secara bahasa berasal dari kata aada – ya’uudu [arab: عاد – يعود], yang artinya kembali. Hari raya disebut ‘id karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. Ada juga yang mengatakan, kata id merupakan turunan kata Al-Adah [arab: العادة], yang artinya kebiasaan. Karena masyarakat telah menjadikan kegiatan ini menyatu dengan kebiasaan dan adat mereka. (Tanwir Al-Ainain, hlm. 5).

Kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru [arab: أفطر – يفطر], yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan. Adapun dasarnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Agama Islam akan senantiasa menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang yahudi dan nasrani mengakhirkan waktu berbuka.” (HR. Ahmad 9810, Abu Daud 2353, Ibn Hibban 3509 dan statusnya hadia hasan).

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berbuka dengan terbitnya bintang.” (HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya 3/275, dan sanadnya shahih).

Kata fitri yang biasa disandingkan dengan kata “Idhul” berasal dari kata afthara – yufthiru, yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa Ramadhan. Makna hadist di atas akan menjadi aneh, ketika mengartikan Al-Fithr dengan “suci”. Hari suci adalah hari di saat semua bersuci dan semacam ini tidak ada dalam Islam. Karena itu, ketika fitri diartikan suci, yang sama sekali tidak dikenal dalam bahasa Arab.

***

Kemenangan dalam memaknai Idul Fitri sudah menjadi sebuah kultur yang telah dilakukan oleh umat Islam di Masyarakat kita. Kemenangan menurut saya adalah telah mampu menang melawan diri sendiri dalam melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala selama bulan ramadhan.

Kultur dalam budaya Islam masyarakat banhyak mengartikan kemenangan dengan segala sesuatu yang bersifat hadiah atau reward, seperti segala sesuatu harus baru mulai dari pakaian, suasana rumah dengan pernak pernik baru, segala makanan ringan disajikan dan bahkan melaksanakan takbir mursal dengan membuat arak-arakan keliling di wilayah masing-masing. Kemenangan memang harus dirayakan dan disambut dengan suka cita dan bahagia!

Lalu apakah hanya sekedar kemenangan yang bersifat seremonial dan euforia fisik atau jasmaniah? Apakah cukup terhenti hanya sekedar pakaian baru, makanan yang lebih enak, saling bermaaf-maafan antar masyarakat?

Pertanyaanya, aapakah kita mampu terus bertahan dengan berbagai kebaikan yang telah kita capai selama Ramadhan? Atau setelah Ramadhan usai justru menurun?

Berakhirnya bulan Ramadhan 1442H dan datangnya hari raya idul fitri, mari kita berdoa kepada Allah semoga kita tidak termasuk orang-orang yang celaka karena tidak mendapatkan pengampunan dari Allah Ta’ala selama bulan Ramadhan, sebagaimana yang tersebut dalam doa yang diucapkan oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam dan diamini oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni (oleh Allah Ta’ala )” HR Ahmad (2/254), al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” (no. 644), Ibnu Hibban (no. 907) dan al-Hakim (4/170), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani.

Tugas kita sebagai umat Islam adalah senantiasa menjaga ibadah dan amal sholih kita di luar bulan ramadhan agar esensi kemenangan sejati tidak smeata pada hari raya idul fitri, tetapi tiap saat dan tiap waktu adalah sebuah kemenangan bagi kita semua. Seperti yang diucapkan oleh sahabat Anas Bin Malik pernah mengatakan, terdapat lima tanda-tanda kemenangan hakiki orang orang yang beriman, yakni:

1.      Selama didunia selamat dari melakukan dosa atau maksiat

2.      Keluar dari dunia atau meninggalkan dunia dalam keadaan beriman (husnul khotimah)

3.      Selamat disaat melalui jembatan Shirotol Mustaqim

4.      Masuk Surganya Allah

5.      Merasakan kelezatan melihat Dzat Allah Subhanahu wa Ta'ala kelak ketika berada di Surganya Allah Subhanahu wa Ta'ala

 

Mari kita tetap istiqomah dalam menjaga amal sholih dan ibadah kita kepada allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga setelah bulan ramadhan berlalu kita tetap meningkatkan iman dan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Selalu memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah kita perbuat, pada akhirnya semoga kita akan mendapatkan kemenangan yang hakiki.

Semoga kita tidak seperti yang sampaikan oleh Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi yang pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan, maka beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang shaleh adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh” Dinukil oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 313)._

Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar,

Laa illaa haillallahuwaallaahuakbar, Allaahu akbar walillaahil hamd

Taqabbalallahu minna wa minkum

“Semoga Allah SWT menerima (puasa dan amal) dari kami dan (puasa dan amal) dari kalian.”

Segenap Tim Redaksi Bengkah.com - Bengkah Blogger Community (BBC)
Mengucapkan Selamat Idul Fitri 1442 H

_________________________



        Aditya D. Sugiarso

Warga Desa Wonosekar – Kec. Karangawen
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Semarang (USM)
Kontributor Bengkah.com

0 Response to "Memaknai Arti Kemenangan Idul Fitri"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel