Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan di Desa Wonosekar Dengan Konsep Pasar “kepeng” Bengkah.
Keterangan Foto : Pasar Kebon Watu Gede, Magelang - Jawa Tengah ( diambil sebelum pandemi ) |
Bengkah.com - Pada saat
ini banyak sekali jenis-jenis sistem ekonomi yang dianut oleh berbagai negara
di dunia. Sistem ekonomi merupakan merupakan cara yang dipakai suatu negara
dalam mengatasi dan menghadapi masalah dalam bidang ekonomi. Setiap negara
menggunakan sistem ekonomi yang berbeda sesuai kondisi dan keadaan negara
tersebut. Menurut Gregory Grossman dan M Manu adalah sekumpulan komponen-komponen
atau unsur-unsur yang terdiri dari atas unit-unit dan agen-agen ekonomi, serta
lembaga-lembaga ekonomi yang bukan saja saling berhubungan dan berinteraksi
melainkan juga sampai tingkat tertentu yang saling menopang dan mempengaruhi,
sedangkan menurut Dumatry (1996) sistem ekonomi menurut Dumatry adalah suatu
sistem yang mengatur dan terjalin hubungan ekonomi antar sesama manusia dengan
seperangkat kelembagaan dalam suatu ketahanan.
Sistem
ekonomi yang dianut Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi
kerakyatan digunakan di Indonesia setelah reformasi pada tahun 1998. Pemerintah
bertekad melaksanakan sebuah sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999,
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem
perekonomian Indonesia yaitu sistem ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan
adalah sistem perekonomian yang dibangun dengan kekuatan dari ekonomi rakyat.
Ekonomi kerakyatan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang bisa memberikan suatu kesempatan
bagi masyarakat untuk bisa berpartisipasi sehingga perekonomian tersebut bisa
terlaksana dan dapat berkembang dengan baik.
Masyarakat
harus memegang peran dalam perekonomian Indonesia, baik secara skala besar
maupun skala kecil (UKM) agar bisa terjadi pemerataan kesejahteraan tidak
terkecuali bagi masyaralat di desa sekalipun. Apalagi saat ini pemerintah turun
mendukung program-program ekonoi kerakyatan hingga ke pelosok desa, salah
satunya adalah dalam program Dana Desa (DD). Dalam Permendesa nomor 6 tahun
2020 tentang prioritas penggunaan Dana Desa (DD) tahun 2020 mengatur alokasi
untuk pemberdayaan ekonomi dan pariwisata.
Keterangan Foto : Pasar Kebon Watu Gede, Magelang - Jawa Tengah ( diambil sebelum pandemi ) |
Konsep Pasar “Kepeng” Bengkah
Program
Dana Desa (DD) dari pemerintah merupakan angin segar bagi pemerintah desa.
Gelontoran dana tersebut bisa digunakan dalam kegiatan pembangunan desa baik
secara infrakstruktur maupun non infrastruktur. Saat ini banyak desa yang sudah
sudah mulai bergeliat dalam pembangunan desa masing-masing. Selain pembangunan
fisik seperti jalan desa, saluran air, embung, beberapa desa di kabupaten demak
juga memanfaatkan dana desa untuk pembangunan fasilitas umum penunjang sektor
pariwisata, mulai dari taman desa, ruang terbuka hijau. Beruntung bagi desa
yang mendapatkan anugrah geografi yang menunjang potensi wisata, seperti
desa-desa di pesisir pantai Jawa. Sa;ah satu Desa yang memberikan perhatian
khusus pada sektor pariwisata adalah Desa Jragung, Desa Banyumeneng yang
terletak di sisi selatan Kabupaten Demak yang memang memiliki kontur dataran
tinggi dan dilalui sungai besar. Secara alami kedua desa tersebut memiliki
anugrah potensi wisata alam. Kedua desa tersebut menggenjot sektor wisata dan
pemberdayaan ekonomi seperti. Desa Jragung memiliki Jati Park, Sungai Sunut,
Jembatan Gantung, dan sendang sebagai destinasi wisata unggulan dengan bengitu
erekonomian masyarakat sedikit ikut terangkat dengan menggeluti berbagai jasa
dan perdagangan. Setali tiga uang dengan Desa Banyumeneng, saat ini sedang
mempopulerkan wisata sungai Girikusuma. Inilah salah satu kejelian pemerintah
desa dalam memaksimalkan potensi alam di desa!
Lantas
bagaimana dengan Desa Wonosekar? Desa Wonosekar tidak dilalui sungai? Apa yang
harus dilakukan untuk mendongkrak potensi wisata dan perekonomian rakyat?
Jawabnya sederhana yaitu Diferensiasi! Melakukan sesuatu yang beda!
Salah satu
konsep yang mungkin bisa dilakukan yaitu dengan pasar “kepeng” di hutan jati
dukuh Bengkah. Sebuah bukit di selatan dukuh Bengkah yang di sisi kanan kirinya
dulu terdapat waduk Bengkah. Hamparan hutan jati tersebut disulap menjakdi
pasar dengan saung-saung sederhana, terdapat panggung hiburan. Keunikan pasar
ini adalah ketika pengunjung mau masuk di pasar harus menukarkan uang dengan
koin-koin kepeng yang akan dijadikan mata uang dalam transaksi. Jadi jual beli
dengan koin kepeng buatan.
Pasar ini
khsusus untuk menjual jajanan atau makanan tradisional serta cendera mata.
Penjual menggunakan pakaian tradisional. Jajanan diantara, pecel, dawet ayu,
tiwul, aneka wedang, kopi, makanan ringan dan sebagainya. Penjual yang bisa
berpartisipasi dalam pasar tersebut adalah masyarakat lokal Desa Wonosekar.
Sehingga manfaatnya jelas untuk masyarakat Wonosekar. Konsep pasar seperti ini
sudah banyak diadopsi di daerah lain seperti Pasar Papringan Ngadiprono di
Temanggung, Pasar Pring Sambeng Purworejo, Pasar Lawas Kumandang Wonosobo, Pasar
Tradisonal Lembah Merapi Magelang.
Keterangan Foto : Pasar Kebon Watu Gede, Magelang - Jawa Tengah ( diambil sebelum pandemi ) |
Konsep
pemberdayaan ekonomi dan pariwisata seperti ini mungkin belum dipalikasian di
Kabupaten Demak. Hal ini menjadi potensi sebagai pioneer aplikasi pemberdayaan
ekonomi di kawasan Demak. Selain potensi dari segi ekonomi jual beli, juga bisa
mendapatkan pemasukan dari retribusi parker yang bisa di kelola oleh Karang
Taruna. Beberapa hal yang bisa dipertimbangkan diantaranya:
1.
Lokasi berada di perbukitan dan hutan jati yang
rindang sehingga menarik dari segi alam dan sektor wisata ditambah kursi atau
bangku-bangku bambo di sisi barat untuk sekedar duduk santai wedangan atau
ngopi karena jika sore hari bisa melihat matahari terbenam di sisi barat bukit.
Potensi inilah yang diyakini mampu menarik orang untuk berkunjung. Sekedar
berfoto!
2.
Sistem transaksi dengan koin kepeng yang mugkin dirasa
unik bagi sebagian masyarakat di era digital sekarang ini. Jajanan tradisional
semacam gethuk, pecel, aneka umbi-umbian dan kacang-kacangan serta wedangan
tentu menjakdi daya tariuk sendiri.
3.
Meningkatnya kebutuhan eksistensi masyarakat digital
dalam mencari konten tentu menjadi pertimbangan yang juga kuat. Jika ditambah
fasilitas penunjang dan spot foto yang menarik tentu menambah eksotis dan
instagramable kata anak kekinian.
4.
Konsep tradisional pedagang yang mengenakan pakaian
adat semacam kebaya, dan blangkon atau sejenisnya menambah keunikan pasar
“Kepeng” ini.
5.
Menggandeng seniman-seniman lokasl untuk menampilkan
hiburan seperti drumband, gamelan, group angkulng, jathilan, barongsai untuk
menarik minat pengunjung.
Selain itu, jika pemerintah desa Wonosekar ingin fokus
dan menggarap konsep pemberdayaan perekonomian kerakyataan dan pariwisata
melalui pasar “Kepeng” Bengkah, tentu ada hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Kesiapan
lokasi, mulai dari medan akses ke lokasi, zona parkir, fasilitas umum seperti
toilet darurat, musola darurat, stall atau stand untuk pedagang, ruang terbuka
dan panggung hiburan. Ketersediaan slot kepeng untuk pertukaran uang.
2. Pelibatan
Karang Taruna sebagai tim media sosila atau buzzer dalam menginformasikan
kegiatan pasar “kepeng” secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM) agar
mendapatkan brand awareness dan positioning yang baik di kalayak umum. Buzzer
ini bisa menggunakan platform blog, instagram, twitter, dan tentu facebook yang
sedang digandrungi leh masyarakat. Buzzer ini bertujuan menviralkan konsep ini.
3. Sistem
klaim kepeng dari penjual yang baik, yaitu kepeng dari pedangan ditukarkan
menjadi uang riil. Serta pembahasan retribusi stand pedangan yang
berpartisipasi utnuk perawatan tempat secara berkelanjutan.
4. Awal
kegitan mungkin pasar ini bisa diadakan sebulan 1 kali dan jika kondisi
memungkinkan maka dilaksanakan dua minggu sekali.
Ini adalah
sebuah wacana atau usulan dengan harapan memberikan manfaat nyata bagi
perekonomian masyarakat. Serta mengangkat nama Desa Wonosekar. Semua tidak
hanya terteaj di pemerintah desa, semua elemen masyarakat harus turut andil
berpartisipasi jika memang pada akhirnya konsep ini direalisasikan dalam
program kerja pemerintah desa Wonosekar.
------------------------------------------------------
Aditya D.
Sugiarso, S.Pd
(Warga
Wonosekar, Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Semarang)
0 Response to "Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan di Desa Wonosekar Dengan Konsep Pasar “kepeng” Bengkah."
Post a Comment